Rokan Hilir, Riau – Ketua Komite Sekolah Republik Indonesia (KSRI) DPW Riau, Asmawati membantah atas tuduhan salah satu media online menuding bahwa dirinya menerima hibah CSR sebesar Rp300 juta.
Wanita yang kerap disapa Asma ini menyebutkan bahwa dengan ketentuan hukum terkait larangan seseorang tidak boleh menjadi ketua organisasi, dalam pemberitaan di salah satu media online.
Itu semua perlu dianggap penting. Ada beberapa ketentuan hukum yang mengatur larangan seseorang untuk menjadi ketua organisasi, tergantung pada jenis organisasinya. Adalah beberapa aturan yang mungkin relevan:
1. Undang-Undang tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, sebagaimana diubah dengan Perpu No. 2 Tahun 2017) mengatur persyaratan kepemimpinan organisasi kemasyarakatan.
Misalnya, seseorang dapat dilarang menjadi ketua organisasi jika memiliki riwayat Pidana tertentu atau dianggap mengancam keamanan negara.
2. Undang-Undang tentang Partai Politik UU No. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik menyatakan bahwa, ketua partai politik harus memenuhi syarat tertentu, seperti tidak pernah terlibat dalam tindak pidana korupsi atau kejahatan berat lainnya.
3. Peraturan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Organisasi banyak memiliki aturan internal yang mengatur syarat kepemimpinan. Misalnya, organisasi profesi, yayasan, koperasi, dan BUMN sering memiliki ketentuan yang membatasi siapa yang bisa menjadi ketua.
Contohnya, dalam organisasi pendidikan atau yayasan, seseorang mungkin tidak dapat menjadi ketua jika sedang menjabat di posisi tertentu dalam pemerintahan.
4. Larangan Berdasarkan Status Pegawai Negeri atau Jabatan Publik PP No. 37 Tahun 2004 melarang PNS menjadi pengurus partai politik.
UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN juga membatasi keterlibatan PNS dalam organisasi tertentu untuk menjaga netralitas. Jika 1 orang menjadi 2 atau lebih sebagai ketua organisasi yang berbeda;
Selanjutnya terang Asmawati, secara hukum, tidak ada aturan umum yang secara eksplisit melarang seseorang menjadi ketua di lebih dari satu organisasi sekaligus. Namun, ada beberapa batasan yang dapat berlaku tergantung pada jenis organisasi dan status individu tersebut, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan.
1. Tergantung pada Jenis Organisasi-Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). Tidak ada aturan khusus yang melarang seseorang menjadi ketua lebih dari satu Ormas, kecuali AD/ART organisasi tersebut membatasi.
Partai Politik, umumnya, seseorang tidak dapat menjadi ketua lebih dari satu partai politik karena adanya konflik kepentingan.
Organisasi Keagamaan, atau Sosial. Biasanya bergantung pada AD/ART masing-masing organisasi.
2. Beban Tugas dan Efektivitas Kepemimpinan banyak organisasi memiliki aturan internal yang mengharuskan pemimpinnya fokus pada satu peran. Jika seseorang memimpin lebih dari satu organisasi dengan bidang yang berbeda, efektivitas kepemimpinan bisa dipertanyakan.
3. Ketentuan bagi ASN, Pejabat Publik, dan Pegawai BUMN
ASN (Aparatur Sipil Negara). Dalam beberapa regulasi, seperti UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN, ada larangan bagi ASN untuk menjabat dalam organisasi tertentu, terutama yang bersifat politik atau bisnis.
Pejabat Negara, biasanya dilarang menduduki jabatan rangkap di organisasi yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
Selanjutnya, Direksi BUMN/BUMD, dibatasi oleh aturan agar tidak memegang jabatan di organisasi lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan.
4. Aturan dalam Yayasan dan Koperasi Dalam UU No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, seorang ketua yayasan tidak boleh merangkap sebagai pengurus di badan usaha yang didirikan oleh yayasan tersebut. Dalam UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, ada ketentuan mengenai rangkap jabatan dalam kepengurusan koperasi untuk menghindari konflik kepentingan.
Jika memiliki kasus spesifik mengenai seseorang yang menjadi ketua di lebih dari satu organisasi, bisa diperjelas apakah itu organisasi sosial, politik, yayasan, atau lainnya.
Asmawati juga menyebutkan melalui konfirmasi media ini semua diduga mungkin ada kaitannya dengan keberangkatan kepala sekolah SD dan SMP se-Rohil dan bendahara mengikuti Bimbingan teknis (Bimtek) di Pekanbaru kemaren.
“Berita yang di buat oleh salah satu media, perlu saya jelaskan bahwa KSRI kecipratan dana Hibah CRR PT SPRH tidak benar, kami memang ada menerima sesuai dengan SPj yang sudah kami sampaikan,” jelas Asmawati.
“Memang iya benar menjadi ketua pengurus KSRI dan Masyarakat Pinggiran Bersatu, karena tidak ada undang-undang melarang seseorang menjabat lebih dari satu ormas,” tegasnya.
• Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan
• Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Ormas
• Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 (yang kemudian menjadi UU Nomor 16 Tahun 2017)
• Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 57 Tahun 2017.
Tidak hanya itu, Aktivis wanita bukan seorang pengusaha di dalam undang undang sudah tertera diantaranya. Untuk peningkatan kualitas sumber data manusia sebagai mana di maksud pada ayat (3) hurup (c) dapat berupa pendidikan, menurut pasal 20 undang-undang ormas. Setiap orang memiliki hak salah satu di antaranya melakukan kerjasama dengan pemerintah daerah, swasta, ormas lain, dan pihak lain dalam rangka pengembangan dan berkelanjutan organisasi, paparnya melalui via WhatsApp media ini.
“Anehnya lagi asal-usulnya dari mana, yang di bicaranya apa, tiba-tiba saya diberitakan menerima dana Hibah CSR Rp300 juta. Sebelumnya saya pribadi menerima chattingan ingin menawarkan saya sifatnya yang melanggar hukum, namun tidak perlu saya bahas terlalu jauh,” papar Asmawati.
“Jika diteruskan berita tentang KSRI, saya akan melaporkan ke pihak yang berwajib atas pencemaran nama baik saya kepada APH,” tegas Asmawati menambahkan. (red)