Tausiyah Dzuhur Yang Disampaikan Oleh Ustadz Chairul Ichwan

PEKANBARU – Bertempat di Masjid Al-Mizan Kejaksaan Tinggi Riau, telah dilaksanakan Tausiyah Ba’da Dzuhur di Kejaksaan Tinggi Riau yang disampaikan oleh Ust. Chairul Ichwan, S. PDI yang diikuti oleh pegawai di lingkungan Kejaksaan Tinggi Riau.

Kasi Penkum Kejati Riau Bambang Heripurwanto, SH., MH saat dikonfirmasi, Kamis (31/8/2023) mengatakan, dalam penyampaiannya Ust. Chairul Ichwan, S. PDI menyampaikan Kisah Takutnya Sayyidina Hanzhalah Radhiyallahu anhu terhadap Kemunafikan  Sayyidina Hanzhalah Radhiyallahu anhu bercerita, Suatu ketika, kami sedang berada di majelis Baginda Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam.

Beliau menasihati kami sehingga hati kami menjadi tersentuh, air mata kami bercucuran, dan seolah-olah akhirat nampak di depan mata. Selesai dari majelis Baginda Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, aku kembali ke rumah dan berkumpul dengan anak istri. Kemudian kami mulai berbicara mengenai sedikit masalah dunia, bercanda dengan anak-anak, dan bercumbu dengan istri.

Akibatnya, pengaruh suasana yang aku dapatkan dari majelis Baginda Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam pun mulai sirna. Maka terlintas dalam pikiranku, ternyata keadaanku berbeda dengan keadaan ketika di majelis Baginda Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam itu. Aku berkata dalam hati, Kamu telah menjadi munafik, karena kenyataannya di hadapan Baginda Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam keadaanmu seperti itu dan sesampainya di rumah keadaanmu seperti ini.

Akhirnya, aku keluar rumah dalam keadaan menyesal dan sedih sambil berkata, Hanzhalah, kamu telah munafik! Saat itu, aku berpapasan dengan Sayyidina Abu Bakar Radhiyallahu anhu. Aku berkata kepadanya, Hanzhalah telah menjadi munafik! Mendengar perkataan ini, dia berkata, Subhanallah! Apa yang sedang kau katakan? Ini tidak mungkin. Kemudian aku pun menceritakan apa yang aku alami, bahwa ketika kami berada di majelis Baginda Nabi Shallallahu alaihi wasallam, saat beliau bercerita tentang surga dan neraka, seolah-olah nampak di depan mata.

Namun, ketika aku pulang ke rumah dan bercanda dengan anak istri, berbicara tentang harta benda dan lain-lain, semua pengaruh yang aku dapatkan bersama Baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam terlupakan. Sayyidina Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu menyahut, ‘Hal itu juga terjadi pada diri saya.”” Kemudian keduanya menemui Baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaih.

Selanjutnya Ust. Chairul Ichwan, S. PDI menyampaikan wasallam, Sayyidina Hanzhalah Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Ya Rasulullah, aku telah menjadi munafik.” Beliau berkata, “Apa yang terjadi?” Sayyidina Hanzhalah Radhiyallahu ‘anhu bercerita, “Ya Rasulullah, jika kami berada di hadapanmu dan engkau menceritakan surga dan neraka kepada kami, seolah- olah keduanya nampak di depan mata. Akan tetapi, jika kami berpisah dengan engkau, bercanda dengan anak istri kami, dan sibuk dengan pekerjaan rumah tangga, semuanya terlupakan.” Beliau menjawab, “Demi Dzat yang nyawaku berada di dalam kekuasaan-Nya, jika setiap saat keadaanmu selalu sepert ketika bersamaku, maka para malaikat akan berjabat tangan denganmu tempat tidurmu dan di jalan-jalan, Wahai Hanzhalah, hanya saja keadaan seperti ini adalah langka. Tetapi, terkadang seperti ini, terkadang seperti itu (dari Kitab Ihya’ Ulumuddin dan Shahih Muslim).

Diakhir Ust. Chairul Ichwan, S. PDI menyampaikan Manusia memiliki keperluan hidup yang harus ditunaikan, yaitu makan, minum, anak, dan istri. Bahkan, menanyakan keadaan mereka pun penting. Demikian pula, usaha mengingat akhirat seolah-olah nampak di depan mata adalah penting, meskipun kita tidak mampu setiap saat. Kita jangan terlalu berharap setiap saat dapat mengingat akhirat seolah-olah nampak di depan mata, karena itu adalah derajat yang langka.

Sebab, itu adalah seperti derajat para malaikat. Mereka tidak disibukkan dengan urusan lain: tanpa memikirkan anak istri, tanpa memikirkan mata pencaharian, dan tanpa memikirkan urusan keduniaan. Sebaliknya, manusia senantiasa dibebani keperluannya sebagai manusia, sehingga tidak dapat menetap dalam satu keadaan seperti malaikat. Dengan demikian, yang harus kita renungkan adalah betapa tinggi perhatian para shahabat Radhiyallahu ‘anhum terhadap agama mereka. Jika sedikit saja keadaan mereka berubah dibandingkan ketika bersama Baginda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka menyangka bahwa diri mereka sudah munafik. (fml)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *